Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

20 Maret 2009

Caleg Bagi-bagi Duit = Calon Koruptor

Menarik sekali, ketika saya melihat salah satu spanduk yang terpampang di beberapa sudut kabupaten magelang. Bukan kampanye Calon Legislatif (Caleg), bukan juga kampanye Partai Politik (Parpol). Namun spanduk tersebut bertuliskan “Caleg Bagi-bagi Duit = Calon Koruptor”. Spanduk yang di pasang oleh masyarakat/komunitas tersebut seolah-olah menegaskan kembali bahwa ketika musim Pemilihan Umum (Pemilu) seperti saat ini, banyak sekali uang yang di kucurkan dari masing-masing Caleg. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk maju menjadi seorang caleg membutuhkan dana yang tidak sedikit entah itu digunakan untuk membuat atribut, mengurus administrasi ketika mendaftar, hingga yang dibagi-bagikan langsung kepada masyarakat.


Sangat masuk akal, jika masyarakat menganggap bahwa caleg yang membagi-bagikan uang nantinya akan berpotensi korupsi. Karena ketika sudah jadi, mereka bisa menggunakan kekuasaannya untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dan bisa mendapatkan uang yang sebanding bahkan lebih dari apa yang sudah di keluarkan pada saat kampanye. Disisi lain, menurut beberapa pengamat mengatakan bahwa mereka yang menjadi caleg terkesan hanya mencari pekerjaan bukan karena betul-betul akan memperjuangkan aspirasi rakyat.


Jika orientasi dari seorang calon wakil rakyat saja hanya memprioritaskan keuntungan pribadi, terus bagaimana dengan aspirasi rakyat yang seharusnya diperjuangkan?.


Jangan heran, dengan kondisi seperti sekarang ini lapangan pekerjaan susah sekali di dapatkan dan jumlah pengangguran yang dari tahun ke tahun tidak ada penurunan yang berarti, rupanya telah menarik sebagian kalangan mencoba peruntungannya untuk duduk di legislatif. Kendatipun ada caleg yang betul –betul memperjuangkan aspirasi Rakyat, mungkin hanya bisa dihitung dengan jari.


Kalau memang benar demikian yang terjadi, perubahan yang dinanti-nanti tidak akan pernah mendekati kenyataan. Sekarang ini, rakyat ternyata sudah semakin cerdas dan kritis. Terlebih lagi, beberapa anggota Dewan yang dulu juga dipilih langsung oleh Rakyat ternyata tidak lagi bisa diharapkan. Ada yang korupsi sampai perbuatan tidak senonoh lainnya yang sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang wakil Rakyat. Sungguh ironis memang, tapi memang begitulah yang terjadi. Saat ini para caleg seolah berlomba meraih simpati dari masyarakat dengan berbagai cara dan upaya yang dilakukan. Semua dilakukakan agar pada pemilihan suara nanti bisa mendapatkan suara sebanyak-banyaknya.


Memang, seharusnya kita harus menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah, akan tetapi jika kita lihat kenyataan yang terjadi dan dengan bukti-bukti yang riil pastilah semua orang akan mengaggap bahwa para Anggota Dewan cenderung seperti itu, meskipun mungkin tidak semua melakukan kesalahan. Sudah saatnya para calon wakil rakyat betul-betul harus memperjuangkan aspirasi dari Rakyat. Dan harus bekerja keras menunjukkan keseriusannya dalam memperjuangkan aspirasi Rakyat. Bukan malah hanya mengejar kekuasaan dan memanfaatkan kekuasaan demi menuruti kepentingan pribadi.(rofiq_skpfm)

19 Februari 2009

Internet Murah di Desa Sambak

MAGELANG. Internet memang sudah menjadi kebutuhan dan bukan lagi hanya sekedar gaya hidup pada saat sekarang. Untuk itu pemanfaatan internet saat ini adalah hal yang sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar kalangan. Perkembangannya pun sangat signifikan dilihat dari banyaknya pengguna fasilitas internet ini. Keberadaan internet yang ada di Desa Sambak tampaknya sangat disambut baik oleh beberapa kalangan yang selama ini sering maupun baru belajar internet.


Berkat bantuan fasilitasi dari Combine Resourch Institution (CRI) beberapa bulan lalu, Radio SKP FM bisa terkoneksi internet. Keberadaan internet ini agar nantinya bisa dimanfaatkan untuk sharing informasi antar komunitas yang ada di seluruh Indonesia melalui situs http://suarakomunitas.combine.or.id. Koneksi internet yang ada di Radio SKP FM ternyata sangat membantu komunitas. Sementara ini hanya 1 unit komputer yang terhubung internet menggunakan modem eksternal dan itu saja masih jadi satu dengan komputer untuk siaran, tetapi antusiasme dari masyarakat terutama para pelajar sangat tinggi. Jadi ketika komputer di gunakan untuk internet terpaksa kegiatan siaran harus mengalah dulu. Rasanya memang tidak mungkin 1 unit komputer untuk beberapa aktifitas secara bersamaan. Paling tidak membutuhkan 1-2 unit lagi agar aktfitas yang menggunakan komputer bisa berjalan bersamaan. Menurut Amron, pengurus SKP FM mengungkapkan:“Dulu di studio memang ada 1 unit komputer lagi, akan tetapi berhubung pinjaman akhirnya di kembalikan kepada pemiliknya”. Tuturnya.


Selama ini untuk membayar tagihan internet per bulan kru Radio biasanya patungan, tapi setelah 1 bulan berjalan akhirnya kru radio punya inisitaif untuk mensosialisasikan keberadaan internet kepada masyarakat. Disamping agar masyarakat dapat menikmati akses internet yang murah tapi juga ada pemasukan untuk Radio.


Hanya dengan Rp.2000/jam masyarakat sudah bisa mengakses informasi-informasi yang diperlukan. Menurut Yuli salah seorang pelajar yang duduk di bangku kelas 3 di sebuah SMK swasta mengatakan : “Dengan adanya internet di SKP FM sangat membantu saya mencari bahan-bahan untuk tugas sekolah, disamping lebih dekat dari rumah juga sangat murah di bandingkan dengan di warnet”. Ungkapnya.


“Yang mau menggunakan tinggal datang saja ke studio, dijamin murah dan aksesnya lumayan cepat”. Tambah antok, salah satu pengurus Radio SKP FM di kesempatan yang lain.


Jadi semakin banyak yang menggunakan semakin ringan pula beban tagihan yang ditanggung tiap bulannya dan juga akan semakin banyak masyarakat yang mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan dengan cepat dan murah.

(rfq-skpfm)

02 Januari 2009

Anak IQ Tinggi Belum Tentu Sukses Bermasyarakat

Anak IQ tinggi belum tentu sukses bekerja atau bermasarakat, karena potensi manusia beragam dalam berbagai bidang dan intelegensia


Pernyataan ini disampaikan Guru Besar Pasca Sarjana UI dan UNJ, Prof Dr Conny R. Semiawan, dalam pidato ilmiah pada acara wisuda sarjana S-1 Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STIBA) IEC 2008 di Panti Prajurit, Balai Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu (3/12).


"Taraf intelegensia anak terbentuk dalam berbagai kondisi sosial, ekonomi, budaya serta alam biologis yang berbeda dan harus dipenui kebutuhannya agar pembinaan yang tejadi sesuai taraf perkembangannya, " kata Conny dalam pidato berjudul "Mengembangkan Potensi diri : Menemukan Genius Dalam Diri Anak" yang dibacakan putrinya Kutilang Semiawan.

Meski demikian, kata Conny, sifat dan pembawaan anak menyerap emosi dan seluruh citra kemanusiaan dari diri orang tuanya, terutama dari ibunya.


"Martabat manusia menuntut kemerdekaan dan kesamaan, dua ciri yang terkait satu dengan lainnya dan bermuara pada suasana demokratis di rumah dan di masyarakat pada umumnya," katanya.

Di hadapan 175 wisudawan yang mengikuti acara itu, ia menjelaskan bahwa pendidikan yang bermula dari rumah merupakan pengertian tentang arti tujuan hidup serta penemuan suatu cara hidup yang benar dan secara asasi sama bagi seluruh umat manusia, terutama bagi masyarakat Indonesia yang menghadapi era reformasi.

"Temuan cara hidup ini terkait dengan mendidik yang mengacu pada peluang untuk menemukan potensi kreatifnya," tutur Kutiliang, sarjana psikologi yang menyebutkan ibundanya sedang sakit sehingga ia mewakilinya.


Sebelumnya, Pembantu Ketua (Puket) I, J.S. Marsudi, M.Hum mewakili Ketua STIBA-IEC Prof. Dr. Asim Gunarwan mengatakan, sejak perguruan tinggi yang berakreditasi B itu berdiri pada 2001, belum ada lulusannya yang tidak bekerja, malah banyak yang mampu menciptakan lapangan kerja.

"Salah satu persaratan saringan kesarjanaan mereka, selain setelah menempuh jumlah kredit yang sudah ditetapkan, harus membuat tugas akhir berupa karya tulis dalam bahasa Inggris dan mempresentasikannya di depan dewan penguji," kata Marsudi. [ant/www.hidayatullah.com]