Selama ini Dunia pendidikan kita memang begitu muram,hal ini sudah mengakar disemua komponen pendidikan kita dari kesejahteraan Guru,Gedung sekolah yang memprihatinkan,sampai akses pendidikan yang begitu sulit bagi masyarakat yang notabenenya “Miskin”.
Keadaan seperti ini lama-kelamaan membuat kita ikut gerah juga,meskipun kita tinggal didaerah pedesaan yang sangat sejuk sekalipun (hubungannya apa ya..he..he.).
Meskipun di Blog ini rata-rata mengupas tentang masalah-masalah Lingkungan dan kesadaran menjaga kelestarian Alam,tidak ada salahnya kita mengangkat masalah pendidikan yang memang sangat mendasar dalam semua bidang.Jika pendidikan benar-benar terlaksana sebagaimana misi dari pendidikan itu sendiri secara otomatis kehidupan ini akan seimbang.
Kenapa pendidikan yang seharusnya merupakan hak setiap orang,sekarang hanya bisa dinikmati segelintir orang saja.Saya jadi ingat penggalan lirik lagu Darah juang…..”Mereka dirampas haknya terbusung dan lapar…”
Pendidikan kok Mahal..!!Tanya kenapa??mungkin itu kata yang cocok untuk menggambarkan realitas pendidikan kita.
Sudah sepatutnya kita turut prihatin dengan hal ini,dan mulai memikirkan solusi tentang ini semua.
Mungkin tulisan ini sedikit banyak dapat menguraiakan akar permasalahan yang ada didalam dunia pendidikan sekarang ini .Dari berbagai sumber yang berhasil dirangkum ternyata akar permasalahannya hampir sama,yakni peran pengambil kebijakan dirasakan sangat menentukan dalam hal ini pemerintah yang memang seharusnya bisa membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak pada kaum Miskin.
Indonesia merupakan negara yang dari segi ekonomi masyarakatnya banyak dari golongan tidak mampu, oleh karena itu dalam persoalan pendidikan pemerintah harus menyusun regulasi dalam upaya melakukan kontrol terhadap makin liarnya komersialisasi dalam pendidikan, sudah menjadi rahasia umum kalau sekolah itu mahal, karena memang tidak ada undang-undang yang mengatur tentang penentuan biaya pendidikan di sekolah maupun di perguruan tinggi, sehingga yang terjadi adalah sekolah dengan biaya mahal menjadi harga mati bagi rakyat miskin.
Dunia pendidikan diharapkan mampu menjalankan fungsinya sebagai pusat kebudayaan dan peradaban. Segala macam nilai-nilai luhur tertabur di sana. Harapannya, sekolah benar-benar mampu melahirkan generasi-generasi masa depan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional, spiritual, dan sosial. Tetapi yang kita lihat sekarang ini pendidikan yang berkualitas hanya isapan jempol belaka bagi mereka yang dari segi finansial kurang atau bisa disebut miskin.Padahal setiap masyarakat berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Dunia pendidikan Indonesia kini begitu miris,sekolah menjadi barang yang mahal. Untuk mengenyam dunia pendidikan yang tinggi dan berkualitas masyarakat diharuskan dan dituntut untuk menyediakan uang yang tidak sedikit. Ironis, ditengah sekitar 50 juta orang miskin dinegeri ini.UUD 45 menyebutkan bahwa pendidikan adalah hak setiap warga Negara, dan setiap warga Negara berhak atas pendidikan yang layak. Namun kondisi nyata sangat bertolak belakang dengan apa yang seharusnya, realita tak seindah idealita.
Kondisi begitu timpang, mereka yang berasal dari keluarga kaya, dapat menikmati pendidikan dengan segala fasilitas dan sarana yang sangat lengkap. Sedang mereka yang miskin,dipedesaan,dipinggiran, yang tak punya uang segepok harus rela belajar dengan fasilitas dan sarana yang seadanya. Bahkan banyak dari mereka yang menempati ruang kelas yang sangat beresiko bagi para siswa, seperti gedung yang hampir ambruk.
RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP), sebagaimana diamanatkan pasal 53 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), sudah memasuki tahap uji publik. Menurut Sisdiknas, penyelenggara pendidikan harus berbentuk Badan Hukum Pendidikan (BHP). Rencana pemerintah menelurkan kebijakan Badan Hukum Pendidikan (BHP) akan mendorong komersialisasi pendidikan di Indonesia. Padahal, pemerintah seharusnya sungguh-sungguh melaksanakan dan bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem pendidikan nasional.
Tanggung jawab itu sesuai amanat UUD 1945 dan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam amendemen UUD 1945 Pasal 31 Ayat (2) disebutkan "setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya". Hal itu dipertegas di Ayat (4), "Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional".
Selain kecenderungan komersialisasi dunia pendidikan, yang tidak kalah merisaukan adalah gejala kuat liberalisasi akibat kekuatan kapitalis dalam skala global yang dimotori World Trade Organization (WTO) antara lain melalui General Agreement on Trade in Services(GATS). Dalam GATS tercantum secara eksplisit bahwa pendidikan termasuk salah satu komponen jasa atau bidang usaha yang menjadi objek pengaturan WTO.[Dirangkum dari berbagai sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar