Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

01 Maret 2012

Aku Bukanlah Dhana Widyatmika

Aku memang bukan Gayus tambunan, seorang PNS Dirjen pajak yang memiliki uang milyaran dan bisa jalan-jalan keluar negeri meski dengan status tahanan. Aku juga bukan Dhana widyatmika, PNS Dirjen Pajak lainnya yang memiliki banyak mobil mewah “limited edition” dan uang milyaran rupiah, padahal gajinya hanya sekitar 5 jutaan/bulan. Dan aku juga bukan Ruhut sitompul, pengacara yang sekarang menjadi anggota dewan dari partai pemenang pemilu yang memiliki jam tangan Rollex seharga 450 juta rupiah. Aku juga tidak memiliki Blackberry sejak tahun 2010, bahkan sampai sekarang “ Yang Mulia”. Aku juga bukan Sutan Batoeghana yang memakai sepatu merk ternama seharga 3 jutaan dan katanya itu murah. Juga bukan wakil ketua DPR dari partai “Islam” yang memakai jam tangan tak kalah mewahnya seharga 70 an juta rupiah.

Aku juga bukan seorang anggota Dewan yang terhormat yang mempunyai fasilitas super mewah dan semuanya itu difasilitasi oleh Negara. Dan itu sesuai amanat Undang-undang katanya. Yang jelas 1000 kali lebih kaya dari Rakyat yang diwakilinya. Bukan pula pejabat yang hobinya pencitraan dan pamer kemewahan, sementara Rakyat yang seharunya dilayani menjerit karena bahan kebutuhan hidup semakin susah dibeli. Bukan pula bawahan menteri yang bisa memanfaatkan kedekatan dengan atasan untuk minta Fee dalam bahasa halusnya, atau “Jatah Preman” dalam dalam proyek-proyek tertentu. Aku juga bukan fungsionaris partai politik yang kerjaannya melobi sana-sini untuk meng-goal-kan sejumlah proyek demi kepentingan partai dan dirinya sendiri.

Aku bukan artis, apalagi punya grup Boyband “karbitan” yang populer dengan hanya melambai-lambai saat di panggung dan selalu lipsync saat menyanyi. Dan mempunyai penggemar fanatic yang siap menjerit histeris kalo perlu sampai pingsan di setiap pementasan. Karena artis seperti mereka mempunyai slogan: “Saya tampan, maka saya ada”. Bukan pula artis yang menjadi ngetop hanya karena Joget tari India di Youtube. Aku juga bukan artis yang tiap hari disorot kamera karena sering membuat kontroversi. Bahkan sampai sandal yang dipakai pun bisa menjadi bahan berita karena presenter yang “Lebay” . Bukan pula artis yang mulai merambah kedunia politik dengan memanfaatkan ketenaran nya. Atau mungkin karena sudah tidak terlalu laku di dunia ke-artis-an, lalu banting setir menjadi wakil rakyat, wakil bupati dan walikota.

Aku juga bukan ustadz yang selalu muncul di Infotainment dan menjadi pemberitaan heboh di media massa karena sedang naik daun. Bukan pula ustadz “ganteng” yang selalu dielu-elukan ibu-ibu yang tak kalah histerisnya dengan para ABG di acara-acara musik ketika melihat idolalanya. Dan bukan pula yang sering jualan “kartu perdana” merk provider tertentu sambil berteriak dan melambai “Jaaama’aaaahhhhhhh” dan ada pula yang jualan “larutan penyegar” setiap hari.

Aku juga bukan Pengacara/Lawyer yang selalu tampil eksklusif dan sering sekali nongol di televisi karena menjadi kuasa hukum orang-orang top di negeri ini dengan kasusnya masing-masing. Dari kasus Asusila, korupsi, perceraian dan lain sebagainya yang tak kalah heboh. Dan tentu saja lantang berbicara di media maupun di persidangan memperjuangkan hak-hak kliennya. Bahkan tak jarang memanfaatkan isu-isu HAM dengan mengabaikan HAM orang lain, meskipun kliennya adalah pejabat yang sudah terbukti korup dan melanggar HAM orang lain. Mereka mempermainkan Hukum sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Sebenarnya keadilan yang mana yang sedang di perjuangkan?

Aku juga bukan petinggi Polri atau pun TNI yang konon katanya memiliki sejumlah rekening gendut. Yang tentu saja tidak ada yang berani mengusut karena mungkin punya “senjata” otomatis yang siap meledak. Bukan pula aparat penegak hukum yang “kongkalikong” dengan pengusaha sawit untuk merebut tanah-tanah yang dimiliki rakyat. Bukan pula pengusaha Media yang memiliki grup media masa dari cetak sampai elektronik yang bisa di manfaatkan untuk kepentingan politik dan kampanye menjelang Pemilu. Aku juga bukan pemimpin atau anggota sebuah ormas atau Gangster yang mengelola jasa penagih utang, lahan sengketa, mengelola lahan parkir dan keamanan yang tentunya mempunyai anak buah hingga ribuan. Bahkan tak segan-segan menyerang, karena punya motto “Senggol bacok”. Aku juga bukan bagian dari pengusung liberalisme, yang selalu menjelek-jelekkan kitab suci dan mengkritisi isi Al-qur'an dan hadits sesuai dengan pemikirannya sendiri.

Aku juga bukan Presiden yang selalu berkata “saya turut prihatin” setiap ada kejadian yang sedang di blow up media massa. Meskipun setelah itu tidak ada tindakan kongkrit yang terlihat, padahal mempunyai hak prerogatif. Bukan pula seorang Ketua Pembina Partai yang tidak berani menindak tegas anggotanya, padahal jelas-jelas sudah dikhianati oleh para kadernya sendiri. Dan Ironisnya lagi, bintang iklan kampanye anti korupsi berslogan “Katakan tidak pada korupsi” belakangan malah terseret kasus korupsi. Lalu sang Pembina keambali berkata:” Saya tidak ingin mengintervensi, serahkan semua pada proses hukum yang berlaku”.

Aku hanyalah aku. Hanya rakyat jelata yang hidup di suatu Negara. Aku hanya cemas dan “galau” bagaimana keluarga dan kelak anak cucuku menghadapi kehidupan yang seperti ini. Aku hanya ingin mendengar kabar rakyat bangga pada pemimpinnya, bangga pada wakil nya, bangga pada produk dalam negerinya. Bukan kabar seperti korupsi yang aku dengar setiap hari. Para pemangku dan pembuat kebijakan tidak berjalan sesuai dengan sistem dan nilai-nilai luhur. Yang ada hanya penuh kebohongan dan kemunafikan. Wakil rakyat nya “Mabuk”, pejabat nya “Mabuk”, Aparat penegak hukumnya “Mabuk” . Masyarakatnya juga terseret arus gaya hidup konsumtif dan hedonis. Semua mabuk dengan Tahta, Harta dan kekuasaan. Semua seolah-olah hanya mementingkan dirinya sendiri.

1 komentar: