Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

02 November 2011

Sepenggal Kisah, Mengenang Satu Tahun Erupsi Merapi

Selasa, (26/10/2010), Merapi mulai menunjukkan peningkatan aktifitas erupsinya. Abu vulkanik mulai turun menyelimuti daerah disekitar lereng gunung Merapi. Beberapa relawan mulai merapat di Posko Jalin Merapi dukun, Magelang. Relawan yang terdiri dari Mahasiswa, pegiat Radio Komunitas, warga, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berbaur menjadi satu. Para relawan berbagi peran, ada yang turun langsung ke pos-pos pengungsian mendata kebutuhan dan jumlah pengungsi, ada pula yang stanby di posko mencatat informasi dari lapangan.

Setelah itu, segala informasi yang terkumpul langsung di share melalui berbagai media antara lain twitter, facebook, website, Handy Talky (HT) dan lain-lain. Bantuan pun mulai berdatangan dari berbagai pihak, mulai dari selimut, pakaian, peralatan mandi, sampai makanan ringan. Setelah di data dan di cek dengan kebutuhan dilapangan, seketika itu juga langsung di distribusikan ke pos-pos pengungsian yang membutuhkan.

Jum’at (29/10/2010), Dari Posko Jalin Merapi Dukun Magelang, beberapa rekan dari pegiat radio komunitas pindah ke TPA (Tempat Pengungsian Akhir) Tanjung Muntilan. Hal ini didasari diskusi tentang perlunya mendirikan studio radio komunitas (Rakom) di pengungsian beberapa hari sebelumnya antara Rinaldi (JRK-JATENG), Budhi Hermanto (CRI), Titin Misbah (MUHI FM) dan beberapa rekan lain. Di TPA tanjung, Titin Misbah di bantu beberapa pegiat Rakom lain kemudian mulai mencari lokasi yang sekiranya akan dijadikan studio Radio Komunitas.

Gayung bersambut, CRI (Combine Resource Institution) selanjutnya membantu menyediakan peralatan pemancar lengkap dengan satu unit computer, dan mixer. Namun, pendirian studio radio darurat ini sempat terkendala karena tempat. Setelah bernegosiasi dengan pihak yang bertanggung jawab ditempat itu, akhirnya di pinjami satu ruangan gudang di TPA Tanjung. Tanpa menunggu waktu lagi, mulailah satu-persatu pemancar dan komputer di rangkai, antena mulai dipasang. Dirasa kurang tinggi, antena yang tadinya hanya menggunkan tiang bambu kemudian diikat di pohon kelapa.

Senin (1/11/2010), Radio Komunitas sudah mulai mengudara di frekuensi 107.8 Mhz. Studio darurat tersebut di dirikan di salah satu ruangan gudang di Tempat Pengungsian Akhir (TPA) Tanjung Muntilan. Diharapkan dengan adanya Radio di Pos pengungsian, akan menjadi media informasi bagi warga yang mulai berdatangan di pengungsian, warga sekitar pengungsian maupun pihak-pihak terkait dan para pemangku kepentingan. Disamping menjadi media informasi, radio ini juga diharapkan bisa menghibur para pengungsi yang ada disana.

Studio sudah berdiri, personil penyiar dan teknisi sudah ada. Selanjutnya tinggal membuat log siaran. Namun, ternyata ada yang ketinggalan yakni ID Station. Setelah melewati diskusi singkat akhirnya di sepakati “Radio Jalin Merapi” sebagai nama udara dan “sobat merapi” sebagai audience call. Ditambah lagi kata “Roso..roso!” dibelakang kata “Radio Jalin Merapi” disetiap opening siaran.

Namun belum sampai sepekan mengudara di TPA Tanjung, radio yang didirikan secara gotong-royong ini harus pindah. Tanggal 4/5 November 2010, erupsi merapi lebih dahsyat, sehingga memaksa warga berpindah ke pos pengungsian yang lebih aman. Hal ini membuat TPA Tanjung penuh sesak karena pengungsi terus berdatangan. Mau tidak mau, ruangan gudang berukuran kurang lebih 4 x 7 meter yang didalamnya didirikan studio radio, harus berbagi dengan para pengungsi. Ditambah aliran listrik mati, air tidak ada membuat suasana begitu kacau. Terlebih pada sekitar jam 23.30 malam, sesekali terdengar gemuruh yang bersumber dari Merapi membuat keadaan semakin mencekam. Hujan abu dan pasir, bukannya semakin berkurang malahan terlihat semakin tebal.

Keesokan harinya, peralatan siaran satu persatu mulai di “boyong” kerumah Titin Misbah (Mbak Titin) sekitar 300 meter sebelah barat TPA Tanjung. Karena ruangan gudang, harus digunakan sebagai tempat singgah para pengungsi. Kendati rumah mbak Titin tidak terlalu jauh, namun terkendala jalan yang tertutup abu tebal sehingga licin. Ditambah pohon-pohon yang roboh karena tak kuat menahan beban abu yang tebalnya mencapai 7-8 cm, membuat jalan terhalang. Hal ini tentu mengganggu para pengguna jalan.

Sesampainya di rumah mbak Titin, mulai dipikirkan tempat untuk studio radio dan mengudara lagi. Disamping terus berkoordinasi dengan rekan-rekan Jalin Merapi induk (Yogyakarta) dan Jalin Merapi 1 (Dukun, Magelang). Ternyata, rekan-rekan relawan yang tadinya berada di Jalin Merapi 2 (Srumbung) juga di tarik ke Adikarto (rumah mbak Titin) yang kemudian berdirilah “Posko Jalin Merapi 2” (Adikarto, Muntilan).

----------------------------------------------------------
Kisah ini, mungkin hanya salah satu kisah diantara puluhan, ratusan, bahkan ribuan kisah seputar erupsi Merapi satu tahun lalu. Adakah kisah-kisah lain yang belum di bagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar